Jangan Main Hakim Sendiri, Selesaikan Masalah bukan Dengan Intimidasi

by -2,322,555 views

Jakarta – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang merupakan bagian dari kelompok Cipayung ikut memberikan perhatian terkait diskriminasi dan konflik SARA akhir-akhir ini yang seringkali mucul pada media daring (online) khususnya media sosial maupun gerakan demo yang bakal digelar 4 November nanti.

“Seringkali kita jumpai bersama di ruang media daring terutama media sosial banyak hal-hal yang memancing perpecahan yang seharusnya dikoreksi,” tegas Ketua Presidium GMNI Chrisman Damanik, Minggu (30/10/2016).

Menurut dia, sudah sepantasnya rakyat Indonesia khususnya pemuda menggunakan dan menanggapi media daring dengan bijaksana. “Perlunya kita kembali pada hikmat dan kebijaksanaan dalam berpikir, bersikap dan bertindak agar tidak terpancing perpecahan bangsa,” terang dia.

Lebih lanjut, Chrisman menegaskan, untuk menyelesaikan diskriminasi dan konflik SARA tidak boleh dilakukan dengan kekerasan. “Dalam penyelesaian permasalahan perlu dilakukan dengan musyawarah agar tidak makin memperbesar masalah dan bukan dengan cara kekerasan dan intimidasi,” tegasnya.

Oleh karenanya, lanjut dia, Presidium GMNI mengajak setiap elemen masyarakat membangun kembali semangat sumpah pemuda dalam mengembalikan semangat kebhineka tunggal ika.

“Jangan jadikan Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias bibir dan dilafaskan saat memperingati hari Sumpah Pemuda setiap 28 Oktober. Mari kita semua khususnya pemuda menjadi pelopor menjaga kebhinekaan bangsa Indonesia. Dengan menjaga kebhinekaan kita dapat mempererat persatuan nasional menuju cita-cita Proklamasi 1945 yang masih jauh dari kenyataan,” bebernya.

Lebih jauh, Chrisman mengajak seluruh pemuda Indonesia khususnya DKI Jakarta wajib menjadi pelopor kebhinekaan rakyat Indonesia sebagai tugas sejarah. Karena indikasi lunturnya kebhinekaan masih terlihat dari terjadinya diskriminasi, konflik SARA, dan egoisme antar kelompok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Sudah jadi tugas sejarah pemuda sejak tahun 1928 pelopori persatuan. Sekarang ini, marak lagi peristiwa diskriminasi, konflik SARA dan egoisme antar kelompok menandakan bangsa ini belum tuntas membentuk jiwa bangsa,” jelasnya.

Perbedaan yang Menjadi Pemersatu, Kita Ada Karena Perbedaan

Sementara itu, elemen kelompok Cipayung lainnya yakni Ketua Umum PP PMKRI Angelo mengungkapkan bahwa kesadaran akan perbedaan yang menjadi pemersatu bangsa. “Kita ada karena perbedaan, soal konsensus saya kira kita sudah selesai. Kita harus yakin, bangsa ini tidak akan tercerai berai,” katanya.

Pihaknya mengingatkan bahwa tidak boleh melupakan sejarah akan perjalanan bangsa ini, terutama soal Sumpah Pemuda yang mampu menyatukan kekuatan seluruh elemen bangsa.

“Konsensus bangsa ini adalah kebangsaan, tidak boleh kita lupa akan sejarah bangsa,” ujarnya.

Sekretaris Umum PP GMKI, Alan juga menguatkan akan cita-cita bangsa yang lahir dari Sumpah Pemuda, bahwa Indonesia tidak akan tercerai berai.

“Kita akan tunjukkan pada dunia bahwa Indonesia akan tetap berdiri kokoh meski ujian bertubi-tubi menghampiri,” terangnya.

Mereka pun menyebutkan bahwa ada lima agenda penting yang harus dilakukan demi menjaga keutuhan NKRI, lima agenda tersebut yaitu pertama, menolak politisasi atas dalih dan nama apa-pun termasuk isu yang berbau SARA oleh para elit politik. Kedua, menolak Cara-cara politik kolonial yang mengedepankan feodalisme dan fanatisme sempit. Ketiga, menyerukan segenap komponen bangsa untuk membangun landscape politik kebangsaan yang rasional dan humanis demi terciptanya perikehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika.

“Selanjutnya, mengajak seluruh bangsa Indonesia mengembangkan cara berpikir yang kritis-transformatif terhadap kondisi kekinian bangsa dan negara. Dan meneguhkan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai harga mati,” tandasnya.

Demo 4 November Bikin Malu MUI dan FPI Dimata Ahok

Minggu kemarin tiba-tiba beredar meme seperti brosur rencana demonstrasi lanjutan tentang tuduhan penistaan agama yang dilakukan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dalam brosur tersebut disebut sebagai “Seruan Jihad Konstitusional Bela Agama dan Negara” dengan tagline AKSI BELA ISLAM pada tanggal 4 November 2016 berbentuk longmarch dari Masjid Istiqlal ke Istana Presiden.

Brosur ini diunggah oleh website habibrizieq.com dan mengaku didukung oleh Majelis Ulama Indonesia. Mereka mengklaim pengawal Fatwa MUI.

“Padahal seperti kita tahu selama ini FPI justru lebih banyak merugikan umat Islam dibanding menunjukkan perilaku seorang Muslim yang diajarkan oleh Rasulullah,” ungkap warga DKI Alif Kholifah.

Dalam brosur ini, kata dia, sebetulnya banyak cacat logika yang bagi muslim pasti bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Apa saja? Mari kupas apa yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Pertama, Aksi ini mengatasnamakan Jihad Konstitusional. Tidak ada sama sekali konstitusi yang dilanggar. Bila mereka mengklaim ada pelanggaran misalnya penistaan terhadap Al Maidah 51, sudah banyak penjelasan soal ini. Bahkan umat muslim yang merasa tersinggung hanya mereka karena pemahamannya sempit. Makna Auliya sendiri terbukti bukan pemimpin melainkan teman karib bahkan sekutu. Selain itu, pernyataan Ahok clear, Al Maidah itu digunakan oleh orang-orang yang mengaku menguasai agama nyatanya malah memelintir terjemahan ayat Al Maidah.

Kedua, tentang bela Agama dan bela Negara. Hingga saat ini, Islam dan Indonesia baik-baik saja. Merekalah yang justru mengait-kaitkan apa yang disampaikan Ahok dengan agama dan Indonesia. Salah satu buktinya surat dari KPI yang melarang pemuatan ulang diskusi di Indonesia Lawyer Club TV One. Tayangan itu justru dapat memicu konflik SARA. Merekalah gerombolan yang dapat memecah belah umat dan kebangsaan.

Ketiga, sebagai kumpulan yang mengaku beragama Islam bukankah harusnya bertabayun dengan memanggil Ahok untuk dimintai klarifikasi. Faktanya tidak ada pertemuan serta pembahasan lebih mendalam terkait hal itu. Sekali lagi, yang dinyatakan Ahok sudah jelas ada politisasi agama agar sang petahana tidak terpilih. Ahok mengatakan ikhlas tidak terpilih jika warga Jakarta memang tidak menghendakinya.

Keempat, MUI sebagai wadah para ulama semestinya membuat suasana kondusif bukan malah memperuncing masalah. MUI sendiri tidak mengeluarkan pernyataan apapun. Yang dibacakan KH Tengku Zulkarnain dalam ILC patut dipertanyakan keabsahannya. Pernyataan Ahok dilontarkan tanggal 6 Oktober dan MUI mengeluarkan pernyataan tanggal 11 Oktober dimana malam hari acara ILC diadakan. Artinya bila benar-benar menista agama bukankah harusnya maksimal tanggal 9 Oktober penyataan itu sudah keluar.

Kelima, kata “Ayo Penjarakan Ahok” sangat provokatif dan melanggar konstitusi. Polri harus mengambil tindakan tegas agar tidak ada tindakan anarkhis. Penggunaan kata “Penjarakan” oleh sebuah kelompok terhadap seorang pemimpin daerah justru melanggar hak konstitusi. Mengapa mereka tidak memperkarakan secara hukum. Disisi lain, Polri menyatakan sedang mengusut kasus ini. Artinya rakyat tidak boleh mengambil tindakan sendiri.

Keenam, ucapan KH Tengku Zulkarnain dalam acara ILC yakni dalam hukum Islam Ahok bisa dibunuh, dipotong satu tangan dan satu kaki bersilangan atau diusir adalah kata-kata yang tidak mencerminkan seorang muslim yang baik. Apalagi mengatasnamakan Majelis Ulama Indonesia, malah tidak menggambarkan sifat keulamaannya.

Berdasarkan hal itu, kata Alif, maka sebaiknya demonstrasi tanggal 4 November dibatalkan saja. Ajakan itu tidak efektif dan malah dapat menimbulkan konflik berkepanjangan. Ahok merupakan pejabat resmi Gubernur DKI Jakarta serta dilindungi undang-undang. Demonstrasi ini bakal terbuang percuma dan malah memicu kebencian kepada kelompok tertentu. MUI pun diminta untuk mengambil tindakan tegas kelompok-kelompok yang mengatasnamakan MUI.

“Tugas MUI menentramkan masyarakat bukan malah sebaliknya membuat resah masyarakat. Tugas MUI masih banyak dan membutuhkan keseriusan karena melibatkan masa depan Islam. Dan itu semua malah membuat malu FPI serta MUI dimata Ahok,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *