Akademisi Unpad : Kunjungan Jokowi ke Afrika Menggelorakan Kembali “Bandung Spirit”

by -532 views

Jakarta – Jokowi melakukan kunjungan ke negara-negara Afrika mulai 20 Agustus lalu. Dalam keterangan persnya, Jokowi menjelaskan maksud muhibahnya ke Afrika itu antara lain untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan 4 negara Afrika, Kenya, Tanzania, Mozambik dan Afrika Selatan. Jokowi juga akan menghadiri KTT BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) di Johannesburg, Afrika Selatan. Dikatakan oleh Jokowi, kunjungannya ke Afrika ini kali pertama sejak jadi presiden. Diungkapkan pula, Indonesia dan Afrika memiliki hubungan historis yang panjang. Ini terkait dengan sejarah Konferensi Asia Afrika, di Bandung pada April 1955. Indonesia adalah penggaas dan tuan rumah koferensi yang menghimpun kekuatan negara berkembang di Asia dan Afrika untuk lepas dari kolonialisme.

Dimintakan pendapatnya soal kunjungan Jokowi ke Afrika, Dr. Djumala, dosen Hubungan Internasional FISIP Unpad, mengatakan kunjungan itu bisa dilihat dari 2 konteks. Pertama, dari konteks hubungan bilateral. Jika dibanding dengan kawasan lain, Afrika belum dimanfaatkan sesuai potensinya oleh Indonesia. Dalam tataran kebijakan sudah ada upaya oleh pemerintah cq Kemlu untuk meningkatkan kerjasama dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dan ekonomi Afrika. Afrika dianggap sebagai kawasan prioritas untuk meningkatkan pasar produk ekspor Indonesia ke pasar non-tradisional. Sudah lama Indonesia berupaya untuk mendiversifikasi destinasi produk ekspor ke Afrika.

Namun pertumbuhannya masih lamban ketimbang kawasan lain. Dalam catatan Kementerian Perdagangan, ekspor ke Afrika mencapai USD 6,18 miliar pada 2022 lalu, masih di bawah nilai ekspor ke Timur Tengah yang mencapai USD 10,23 miliar. Malah jauh tertinggal dibanding dengan ekspor ke kawasan Asia Selatan sebesar USD 32,01 miliar. Menurut Dr. Djumala, dari data ini terlihat keperluan untuk mendorong pertumbuhan perdagangan Indonesia dengan kawasan Afrika. Kunjungan Jokowi bisa dilihat sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara yang dikunjungi.

Kedua, dalam perspektif diplomasi multialteral. Dr. Djumala, yang pernah bertugas sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB di Vienna, mengungkapkan, dalam elan perjuangan diplomasi negara-negara berkembang, Indonesia memiliki ikatan sejarah dengan kawasan Afrika. Ketika masih banyak negara di Asia dan Afrika hidup dalam alam kolonialisme, Indonesia menggagas suatu gerakan negara berkembang untuk membangun kekuatan bersama dalam menghadapi penjajah melalui KTT Asia Afrika.

Dari konferensi itu dihasilkan dokumen bersejarah, yang disebut “Bandung Spirit” atau Semangat Bandung. Bandung Spirit berisi nilai-nilai dasar yang dianut negara berkembang dalam hubungan internasional, antara lain anti kolonialisme, non-intervensi dan non-agresi. Dengan semangat itulah, setelah KTT Asia Afrika banyak yang melepaskan diri dari belenggu penjajahan.

Lebih jauh Dr. Djumala, yang saat ini juga menjabat sebagai Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, menegaskan bahwa selama KTT Asia Afrika 1955 Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dalam membantu negara berkembang lepas dari penjajajahan.

“Dengan kunjungan Jokowi ke Afrika ini dunia akan mengingat kembali peran Indonesia dalam membantu kemerdekaan negara-negara Afrika sesuai dengan Bandung Spirit hasil KTT Asia Afrika. Secara tidak langsung kunjungan tersebut menggelorakan kembali Semangat Bandung dalam membebaskan negara berkembang dari kolonialisme”, tutup Dr. Djumala.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *