Perhutanan Sosial Harus Mendapat Dukungan Rakyat Indonesia untuk Realisasi Reforma Agraria

by -128 views

Jakarta – Pimpinan Pusat Serikat Tani Nelayan (PP STN) melaksanakan Diskusi Publik dengan tema “Mendukung Perhutanan Sosial Sebagai Bentuk Kehadiran Negara Dalam Upaya Penyelesaian Konflik Agraria Dalam Kawasan Hutan”.

Diskusi ini dilaksanakan sebagai upaya untuk menyelesaikan konflik agraria yang semakin tinggi jumlahnya, termasuk yang dialami oleh 4 (empat) kelompok Tani Hutan (KTH) Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi dalam proses pengajuan Perhutanan Sosial yang berujung pada dikriminalisasinya 12 petani.

Ahmad Suluh Rifai Ketua Umum Serikat Tani Nelayan dan Ir. Bresman Marpaung Pengendali Ekosistem Ahli Madya Direktorat Penanganan Konflik dan Hutan Adat Sebagai Narasumber diskusi yang dipandu oleh Nasaruddin Latupono Sekretaris Jendral LMND Indonesia.

Diskusi Publik dilaksanakan di kelakar coffe dan Comedy Club Jakarta Selatan, Jl. Tebet Dalam IV No 98. Jum’at (15/12/2023).

Ahmad Suluh Rifai dalam pemaparannya menyampaikan Perhutanan Sosial merupakan salah satu Program Prioritas Nasional yakni Reforma Agraria yang tertuang dalam Nawacita ke-5 (lima) Joko Widodo, sebagai upaya memberikan akses dan aset berupa pengelolaan atas tanah (hutan) kepada petani.

Hal ini dapat menunjang ketersedian pangan, di mana negara yang berswasembada pangan memiliki keuntungan besar atas negara yang tidak berswasembada pangan, yang pada akhirnya akan melakukan impor pangan.

“Di akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, realisasi program Reforma Agraria terkhususnya Perhutanan Sosial kurang lebih 6 (enam) juta hektar tahun 2023 dan mencapai 12 (dua belas) juta hektar di seluruh Indonesia; tahun 2024, program Perhutanan Sosial harus mendapat dukungan penuh seluruh rakyat Indonesia karena dari penguasaan tanah oleh rakyat, kedaulatan pangan dapat diwujudkan,” ucap Ahmad Suluh Rifai.

Ir. Bresman Marpaung dalam pemaparannya menyampaikan salah satu sumber utama konflik antara petani, korporasi dan negara adalah bersumber dari pendistribusian sumber daya alam yang tidak seimbang dan adanya kesenjangan.

“Untuk penanganan konflik dalam kawasan hutan, kami mengedepankan langkah-langkah secara persuasif, normatif, merujuk pada peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 84 Tahun 2015 tentang Penanganan Konflik tenurial dalam kawasan hutan. Jika konfliknya memiliki indikasi tindak pidana seperti pencurian, kami serahkan kepada pihak yang berwenang,” ujarnya.

“Proses penyelesaiannya, kami juga melakukan proses advokasi secara litigasi dan non litigasi terhadap pengelolaan objek tanah yang dipermasalahkan, berdasarkan UU No. 6 tahun 2023 tentang Penetapan Perpu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (kluster kehutanan), Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara PNBP yang berasal dari denda administratif,” tambah Ir. Bresman Marpaung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *