Sambangi MK, Intelektual Muda Minta Batas Minimal Usia Capres-Cawapres ke 30 Tahun

by -562 views

Jakarta – Pemohon Perorangan dari kalangan Intelektual muda / milenial Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumban Batu resmi mengajukan uji materill terhadap persyaratan usia calon Presiden dan calon Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut mereka, Undang-Undang Pemilihan Umum membatasi usia calon Presiden dan calon Wakil Presiden minimal usia 40 (empat puluh) tahun (Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum).

“Hal ini, merugikan kalangan muda yang pada usia 30-an telah berkarya bagi bangsa dan Negara dan dianggap mampu untuk menjadi Presiden,” kata Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumban Batu saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Gambir Jakarta Pusat, Senin (7/8/2023).

Untuk itu, Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumban Batu yang termasuk anak muda pada usia 30 s.d 40 menganggap persyaratan tersebut telah mengkebiri haknya untuk mengikuti kontestasi dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yakni untuk mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden.

Hite Badenggan Lumbantruan (31) dan Marson Lumban Batu (38) itu tentunya sebagai warga Negara yang baik akan mengikuti perhelatan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ingin menggunakan haknya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

“Hak memilih tersebut merupakan hak konstisusional dari kami bardua, tentunya hak untuk dipilih juga merupakan hak konstisusional dari kami. Lalu dikarenakan adanya persyaratan usia 40 tahun untuk dipilih maka hak konstitusional untuk dipilih menjadi hilang,” sebutnya lagi.

Keduanya yang merupakan kaum Intelektual muda dan bagian dari milenial sebagai warga Negara yang baik dan kritis dan berpengalaman dalam kajian-kajian intelektual mengajukan uji materil terhadap persyaratan usia calon Presiden dan calon Wakil Presiden sebagai bentuk dari hak konstitusinya dengan harapan untuk kemudian dapat dipilih dengan batas usia minimal 30 tahun.

Hite Badenggan Lumbantoruan mengaku pihaknya sengaja ingin membuat permohonan gugatan tersebut ke MK dan berharap batas usia itu diturunin jadi 30 tahun keatas.

“Jadi anak 30 sudah bisa mendaftar itu tujuan kami untuk buat permohonan ke MK hari ini,” ujarnya lagi.

Hite Badenggan juga menegaskan bahwa gugatannya tersebut tidak ada kaitannya dengan anak Presiden Jokowi, namun memperjuangkan kalangan muda untuk bertarung di Pilpres maupun Pilkada 2024.

“Kalau soal itu, maaf ya kami enggak ada kaitan kesana. Kami hanya banyak anak muda yang berpotensi untuk kontestasi pemilu baik itu ditingkat Bupati mungkin Walikota, Gubernur maupun calon Presiden dan Wakil Presiden. Kalau ke arah sana enggak ada, enggak ada kaitannya. Kita kan sekarang di Pemilu tahun 2024 lebih banyak sekarang kaum milenial, apa salahnya anak-anak muda itu berkarya,” jelasnya lagi.

Ditempat yang sama, Marson Lumban Batu membeberkan alasannya mengajukan gugatan tersebut lantaran ada diskriminasi terhadap usia dan hilangnya kesempatan bagi kaum muda milenial sekarang ini.

“Kita harus tahu bahwa waktunya kaum muda milenial ini yang mempunyai ide gagasan yang lebih cemerlang itu harus dikasih kesempatan. Itu yang kami tekankan sehingga rekan saya ini juga kami datang kesini semoga data-data kami ini bisa diterima dan harapan kami ya semuanya selesai, artinya bisa sukses,” sebutnya.

Marson yang mewakili kaum muda mudi milenial berpesan agar anak muda tidak pesimis dan meminta buktikan bahwa tidak kalah dengan para senior.

“Yang jelas harapan kami buat kaum muda dimanapun berada, bisa mendukung gugatan tersebut di MK. Supaya nanti bisa terlaksana,” pungkasnya.

Adapun alasan-alasan Pemohon Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumban Batu mengajukan uji materi ini adalah sebagai berikut :

1) Merasa adanya diskriminasi terhadap usia;
2) Hilangnya kesempatan bagi kaum Muda Intelektual dalam kontenstasi Pemilu
3) Adanya keinginan kaum muda pada saat ini ingin maju dan bermimpi besar serta ikut andil dalam mendorong serta memajukan Indonesia menjadi Negara maju
4) Hilangnya persamaan hak untuk dipilih;
5) Adanya rekonsistensi Undang-Undang Pemilu terhadap UUD 1945.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *