Pelaku Kekerasan Terhadap Anak Nindy Ayunda Hanya Dituntut 7 Bulan, Tuntutan Terlalu Ringan!

by -1,125,375 views

Jakarta – Masyarakat Pemantau Tindak Kekerasan Anak-anak Indonesia mempermasalahkan tuntutan jaksa atas kasus dugaan penganiayaan anak Nindy Ayunda, dengan terdakwa Lia Karyati di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Koordinator Masyarakat Pemantau Tindak Kekerasan Anak-anak Indonesia, Andi Merrie Muhamadyah SH. MH mengatakan bahwa tuntutan Jaksa dalam sidang kasus itu terlampau ringan, yakni hanya 7 bulan.

“Masyarakat Pemantau Tindak Kekerasan Anak-anak Indonesia melihat adanya dugaan keganjilan terhadap proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Terkait dalam perkara Pembantu/Asisten Rumah Tangga (ART). Kita sangat miris sekali mendengar ART memiliki temperamen tinggi terhadap anak dan justru bukan memberikan suatu pelayanan terbaik dalam mengurus anak.” jelas Andi Merrie.

“Tidak bisa kita dengan cara kekerasaan kepada anak atau dalam bentuk apapun. Atau ada dugaan ART yang mengasuh anak Nindy Ayunda terganggu kejiwaannya sampai emosinya tinggi?” katanya dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Kamis (7/4/2022).

Andi lalu membahas tentang Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Terkait itu, Andi menjelaskan bahwa menurut yurisprudensi, yang dimaksud dengan kata penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka.

“Contoh rasa sakit tersebut misalnya diakibatkan mencubit, mendepak, memukul, menempeleng, dan sebagainya. Sanksi bagi orang yang melanggar pasal di atas, pelaku kekerasan/peganiayaan ditentukan dalam Pasal 80 UU 35/2014,” jelasnya.

Dalam hal anak-anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, lanjutnya, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.

Sementara Pasal 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Perlindungan Anak adalah: Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; Pasal 351 ayat (4) KUHP hanya merumuskan bahwa penganiayaan disamakan dengan sengaja merusak kesehatan atau merugikan kesehatan orang lain.

“Referensi hukum pidana
yang lain memberi pengertian atas penganiayaan sebagai perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau rasa tidak enak,” jelasnya.

Untuk itu, menurut dia tuntutan Jaksa tidak sesuai dengan UU No.23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.

“Tuntutan jaksa yang menuntut ART tersebut tidak sesuai dalam UU No.23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak di dalam Pasal 80 ayat 5,” ujarnya.

Oleh karena itu, Masyarakat Pemantau Tindak Kekerasan Anak Anak Indonesia meminta Komisi Yudisial (KY) segera turun memantau proses perjalan perkara pidana ART Nindy Ayunda di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Meminta Ketua Majelis Hakim dan beberapa anggota majelis hakim, untuk mengikuti UU No.23 Tahun 2022, yang sesuai sanksi hukum yang sudah berlaku di negara Indonesia,” katanya.

Andi menambahkan, Masyarakat Pemantau Tindak Kekerasan Anak Anak Indonesia mengawal proses hukum yang harus seperti “Ratu keadilan yang memegang Timbangan dan Pedang”.

“Keadilan itu harus didapat seadil-adilnya dalam proses keadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” katanya.

“Dalam hal ini juga kami meminta agar Jaksa Agung turun tangan untuk melakukan revisi tuntutan terhadap Lia Karyati yang terlalu ringan dan tidak memberikan rasa keadilan kepada anak Nindy ayunda yang jadi korban kekerasan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *