Diskusi soal Era Pemimpin Kolonial & Milenial, Tak Tepat Jika Samakan Sutan Syahrir dengan Gibran

by -360 views

Jakarta – Menyamakan Pahlawan Nasional, Sutan Syahrir, dengan Calon Wakil Presiden 2024, Gibran Rakabumi Raka sangat tidak tepat. Meskipun keduanya sama-sama muda ketika berpolitik tetapi Syahrir memiliki jejak perjuangan panjang untuk Indonesia merdeka sedangkan Gibran tidak demikian. Reputasi Syahrir ketika menuju jabatan Perdana Menteri Indonesia berbeda dengan perjuangan Gibran medapatkan kursi walikota. Jadi sangat berbeda.

Demikian Sejarawan JJ Rizal menjawab pertanyaan terkait ada pihak yang berusaha menyamakan Gibran dengan Syahrir dengan alasan sama-sama usia muda ketika berpolitik. Rizal menyampaikan hal tersebut dalam acara Talkshow Titik Temu Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) dengan topik Era Pemimpin Kolonial dan Mileneal di Jakarta, Sabtu (28/10). Selain Rizal ada pembicara Saidiman Ahmad, penelitin Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) dan Rendy Umboh aktivis demokrasi.

Menurut Rizal, perjuangan Syahrir muda sangat luar biasa. Usia 20 tahun Syahrir sudah aktif di organisasi menjadi bagian dari pemimpin Perhimpunan Indonesia. Organisasi ini lahir tahun 1922 dengan nama Indische Vereeniging diganti namanya menjadi Indonesische Vereeniging. Tahun 1925 diganti dengan sebutan bahasa nasional Perhimpunan Indonesia. Syahrir menolak penggunaan bahasa Belanda dan menolak kata Indi.

“Syahrir memajukan satu imajinasi baru yang namanya Indonesia yang artinya sangat politis. Itu dilakukan di pusat negeri indokolonial namanya Belanda. Itu sangat beresiko. Syahrir pulang dari sekolah di Belanda kemudian bersama Bung Hatta dan Bung Karno sempat dibuang ke Boven Digul yang alamnya sangat ganas. Meskipun mengalami hidup tidak enak tetapi tekadnya tidak luntur sebagai tokoh yang membayangkan tentang suatu negeri merdeka,” ungkap Rizal memberi alasan tidak cocok menyamakan Gibran dengan Syahrir.

Menurut Rizal, mudah mencari ketidaksamaan antara Syahrir dengan Gibran. “Boleh saja Gibran sama mudanya dengan Syahrir. Tetapi apakah Gibran punya pengalaman memimpin di luar kekuasaan kemudian pernah mengkritik kekuasaan? Syahrir bisa marah jika disamakan dengan Gibran,” kata Rizal.

Gibran menjadi Cawapres berpasangan dengan Capres Prabowo Subianto keduanya terpaut usia cukup jauh. Prabowo usia 72 tahun sedangkan Gibran baru 36 tahun atau saat ia lahir Prabowo sudah menjadi Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328, pasukan para raider di Kostrad.

Menurut Saidiman, banyak elit memandang representasi dari kalangan anak muda ini penting. Karena, harus diakui, dalam politik kita sekarang, atau di dalam postur populasi kita sekarang, kalangan muda ini sangat banyak. Untuk Pemilu 2024 ini diperkirakan sekitar 59% atau bahkan 60% lebih pemilih berasal dari generasi yang disebut sebagai generasi milenial. Tetapi jika pemikiran elite tersebut menjadi alasan mengambil Gibran karena usianya masih muda adalah tidak tepat.
Menjadi pertanyaan, betulkah anak-anak muda kita ini memang yang disebut representasi dari mereka itu adalah sentiment pada usia atau pada hal lain? Dari survey yang dilakukan SMRC ternyata tidak demikian faktanya, secara pemikiran tidak terlalu berbeda dengan populasi secara umum atau yang yunior maupun senior. Sebagai contoh adalah persentase anak muda yang merespon kinerja Presiden Jokowi cukup besar.

“Kita ketahui sekitar 80℅ rakyat puas dengan kinerja Jokowi sebagai presiden yang usianya jauh diatas generasi milenial. Ini membuktikan generasi Z menyukai kerja orang tua seperti Jokowi. Masyarakat Indonesia yang puas dengan kinerja Jokowi sekitar 75-80%. Dari jumlah tersebut dapat dikatakan, generasi Z yang puas dengan kinerja Jokowi sekarang adalah 83℅. Generasi yang usianya 20 atau 25 tahun ke bawah,” ungkap Saidiman.

Jika dikatakan anak muda apatis dengan politik, masih menurut Sadiman ternyata juga tidak. Ada yang mengatakan bahwa Gibran dijadikan Cawapres merupakan representasi kalangan muda juga tidak tepat. Sebuah lembaga survei awal October 2023 lalu memperlihatkan bahwa tingkat elektabilitas Mahfud MD lebih tinggi dibanding Gibran yang anak muda.

“Ada beberapa isu yang menjadi perhatian anak muda. Yaitu kinerja dan Mahfud MD terlihat punya rekam jejak yang lebih berintegritas. Gibran mungkin belum bisa kita ukur sekarang karena jadi walikota baru sekitar 2 tahun. Jika dikatakan banyak pembangunan di Kota Solo selama kepemimpinan Gibran orang pun tau itu kebijkan pusat yang diarahkan ke Solo,” kata Saidiman.

Sementata itu Rendy Umboh, Peneliti Komite Pemilih Indonesia melihat, penunjukan Gibran sebagai Cawapres tidak ada kaitan dengan muda atau tua seperti yang diperdebatkan belakangan ini. Penunjukan Gibran lebih pada simbol kekuatan politik karena anak Jokowi. Seperti diketahui menjelang Pemilihan Presiden 2024 terjadi diskusi menebak kemana arah dukungan Jokowi.

“Kemarin ribut-ribut orang berdebat soal kemana arah dukungan Jokowi? Mendukung Prabowo atau Ganjar yang satu partai dengan Jokowi? Orang bisa mengatakan, Gibran adalah simbol kemana arah dukungan Jokowi,” kata Rendy.

Dalam Pengamatan Rendy, jika melihat dua tahun belakang atau, setidaknya, setahun ini ada upaya sangat serius dari Prabowo mendekatkan diri kepada Jokowi. Orang bisa melihat, meskipun Prabowo sudah menjadi menterinya Presiden Jokowi sejak 2019 tetapi setahun ini tampak lebih aktif mendekatkan diri dengan Jokowi.

Tentang ukuran usia muda dalam isu politik belakangan ini, menurut Rizal, jangan dilihat dari umurnya tetapi cara memahami apa itu muda. Yang utama dari politisi adalah mampu menjaga hati nurani dari godaan kemapanan.

“Sukarno mendirikan partai di usia 25, Mohamad Hatta juga masih sangat muda, seusialah. Lebih muda lagi Semaun mendirikan partai buruh pada usia 13 tahun. Meskipun usianya sangat muda tetapi pemikiran dan jejak mereka dalam perjuangan tercatat dalam sejarah karena kehebatannya. Jadi jangan lihat usia tetapi kinerjanya,” kata JJ Rizal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *