Peran Media Di Tengah Provokasi Medsos, Jadilah Corong Literasi

by -2,463,748 views

Drs Kasiyanto, MSi
Peneliti Utama BPPKI Surabaya

Kemajuan teknologi di era globalisasi membuat informasi begitu cepat beredar luas. Keberadaan internet dengan media sosialnya membuat hanya dalam hitungan detik, peristiwa dan informasi yang belum terverifikasi benar dan tidaknya sudah bisa langsung tersebar dan diakses oleh pengguna internet. Melalui media-media sosial, ratusan bahkan ribuan informasi disebar setiap harinya. Bahkan orang kadang belum sempat memahami materi informasi, reaksi atas informasi tersebut sudah lebih dulu terlihat.

Memang, media sosial memberikan kemerdekaan seluas-luasnya bagi para pengguna untuk mengekspresikan dirinya, sikapnya, pandangan hidupnya, pendapatnya, atau mungkin sekadar menumpahkan unek-uneknya. Termasuk memberikan kebebasan apakah medsos akan digunakan secara positif atau negatif. Kita patut prihatin dengan kondisi saat ini. Cukup banyak orang yang menggunakan media sosial untuk menyebarkan kebencian dan provokasi.
Perkembangan komunikasi dan informasi hari ini telah menghadirkan gelombang dahsyat yang penuh kejutan. Dengan hadirnya media sosial (medsos) maka seolah terjadi perpaduan antara pers dengan media sosial. Dua kekuatan media ini saling topang, saling menyebarkan, dan jika menyatu dalam menyoroti suatu kasus, maka efeknya sungguh dahsyat.

Orang mungkin masih ingat merebaknya kasus Prita Mulyasari vs RS. Omni Internasional, kasus Cicak vs Buaya, dan yang aktual kasus penistaan agama oleh Basuki Cahaya Purnama (Ahok) maupun terkait aksi bela Islam sangat terasa kuat sekali peran media sosial di dalamnya. Contoh-contoh tersebut, bukti sinergi bersama antara pers umum dengan media sosial, dalam mendobrak opini dan kebijakan publik. Namun di balik itu, harus ada kehati-hatian dalam menerima potensi bebas dari media sosial. Karena di dalam dirinya juga ada potensi anti sosial, anti demokrasi, dan anti nilai-nilai kepatutan. Potret polarisasi media dan media sosial menjadi dua kutub pendukung Jokowi dan Prabowo harus jadi pelajaran bersama. Media dan media sosial seolah hanya menjadi sekadar alat provokasi antar dua kepentingan yang tengah bertarung.
Media sosial hadir tanpa struktur. Tak mengenal hirarkis. Bebas dari panduan nilai-nilai kelaziman sosial (misalnya sopan santun, saling menghargai). Media sosial juga nyaris mewadahi apa saja, mulai dari informasi bermutu sampai informasi sampah yang membahayakan (misalnya fitnah dan olok-olok, bahkan isu rasial dan sektarian). Inilah titik lemah media sosial. Jadi jelas, tantangan yang paling dasar dari kekuatan media sosial justru ada dalam dirinya sendiri (yakni pada sistem fungsi dan sistem operasi, yang terlepas dari aturan main).

Kontrol Diri
Kalau kita cermati di sekitar kita, maka akan dengan mudah kita saksikan betapa orang entah sadar atau tidak turut menjadi penyebar kebencian/provokasi. Ada yang menyampaikannya secara tersirat, namun tidak sedikit pula yang terang-terangan dan terbuka. Modusnya beragam. Ada yang sekadar membagikan (share) informasi berita, kutipan, gambar atau pernyataan yang kebanyakan asal usul sumbernya tidak jelas.
Ada pula yang aktif membumbui informasi yang dibagikannya dengan kata atau kalimat-kalimatnya sendiri. Aktivitas menyebarkan provokasi/kebencian ibarat virus yang bisa menghinggapi siapa saja. Tak kenal usia, status sosial atau tingkat pendidikannya. Beberapa pejabat publik sekalipun ada pula yang gemar memberikan pernyataan-pernyataan yang tidak ramah. Bukannya menyejukkan, mereka justru senang memantik api kebencian.
Untuk itulah perlu belajar tanpa henti agar cerdas dalam berinteraksi di media sosial. Belajar mengendalikan diri, menahan diri serta rajin melakukan klarifikasi. Kita menghargai upaya pemerintah yang sudah memblokir banyak situs yang dianggap gemar menyebarkan provokasi dan kebencian. Kita juga apresiasi tindakan sigap aparat keamanan yang sudah menangkap oknum-oknum yang dengan sengaja telah menyalahgunakan media sosial. Namun kita tidak boleh menutup mata bahwa upaya-upaya tersebut tetap saja belum maksimal. Jagat maya terbukti dengan cepat mampu beranak-pinak.

Solusi terbaiknya tentu saja ada pada diri masing-masing. Kita harus terbiasa mengontrol diri agar tak mudah terprovokasi. Selanjutnya, rajin melakukan klarifikasi terhadap informasi yang kita peroleh. Sikap kritis benar-benar diperlukan agar kita tidak tersesat di dunia maya. Kita harus belajar dari para pendiri bangsa. Sesungguhnya perbedaan jika dirawat dan dikelola dengan baik akan menciptakan keindahan. Kerukunan beragama harus terus kita rawat dan tingkatkan, sehingga tercipta persatuan dan kesatuan bangsa. Bahwa orang sering kali tidak sadar bahwa medsos merupakan kumpulan banyak orang yang ideologinya tidak sama.
Kondisi inilah yang kemudian memunculkan konflik yang berujung gesekan sosial maupun kasus hukum. Masyarakat perlu diajak untuk dewasa dalam menggunakan media sosial. Mengedepankan etika adalah salah satu kunci yang dapat menghindarkan seseorang dari perbuatan merugikan orang lain, juga mencegah jeratan pidana. Semakin baiknya infrastruktur telekomunikasi membuat pengguna medsos semakin bertambah. Kondisi demikian hendaknya diimbangi dengan peningkatan kehati-hatian dalam bermedsos, termasuk tidak mudah terprovokasi informasi yang muncul dengan terlebih dulu melakukan pengecekan dan penyaringan terhadap lalu lalang informasi. Karena mudah sekali kita bermusuhan dengan orang di dunia maya.

Literasi Media
Pertumbuhan pengguna medsos yang mencapai 100 juta orang juga harus diiringi dengan kedewasaan. Apalagi karakteristik orang Indonesia yang sangat kreatif dan mudah beradaptasi dengan teknologi baru yang ditawarkan medsos. Kreativitas yang muncul kadang-kadang kebablasan hingga memicu persoalan. Sehingga perlu kedewasaan bagi masyarakat Indonesia sebelum memutuskan akan mengirim gambar atau menyebarkan informasi kepada orang lain.
Masyarakat perlu diberi literasi dan edukasi agar bisa menyaring berbagai informasi dari medsos. Saat ini penggunaan telepon pintar sudah sedemikian marak sehingga perlu ada pemahaman yang benar untuk memfilter berseliwerannya berbagai informasi di medsos. Literasi di antaranya untuk memberi pemahaman kepada masyarakat agar melakukan proses tabayun atau mencari kejelasan atas sebuah informasi terlebih dahulu agar tidak mengganggu atau mendistorsi pemahaman stabilitas bangsa dan negara.

Pada kondisi tersebut, menjadi penting untuk memberikan literasi dan edukasi kepada masyarakat. Sebab saat ini sebagian besar warga sudah menggunakan smartphone. Melalui literasi dan edukasi yang diberikan, informasi dari berbagai peristiwa di belahan bumi mana pun dengan dinamika seperti apa pun tidak lagi ditelan mentah-mentah, melainkan bisa difilter dengan proses tabayun. Bagaimanapun berseliwerannya berbagai informasi dari medsos, baik berupa kiriman yang beredar berantai maupun share, kita tidak lantas terpancing yang bisa menimbulkan reaksi tidak perlu, apalagi kontraproduktif.
Bila mampu menyikapi secara bijaksana berbagai informasi yang beredar, meyakini medsos akan bisa menghadirkan rasa damai, rasa aman, serta keselamatan di tengah-tengah masyarakat, bangsa, dan negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *