Jamaah Islamiyah dengan Cara Baru,Tetap Eksis dan Jadi Titik Ancaman Untuk NKRI

by -2,634,968 views

oleh Stanislaus Riyanta

Penangkapan Para Wijayanto pada 29 Juni 2019 di Bekasi, yang diketahui sebagai pemimpin kelompok Al-Jamaah Al-Islamiyyah atau Jamaah Islamiyah (JI), menunjukkan bahwa kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda tersebut masih eksis dan mampu melakukan konsilidasi. Para Wijayanto yang mempunyai nama alias Aji Pangestu atau Abu Askari atau Ahmad Arief atau Ahmad Fauzi Utomo, menjadi menjadi buronan sejak 2008 pasca kelompok Jamaah Islamiyah tersebut dilarang keberadaannya pada 2007.

Rentetan penangkapan anggota Jamaah Islamiyah selain Para Wijayanto pada tahun 2020 juga terjadi di Magetan, Cirebon, Kalsel, Bali dan NTB, Gunungkidul, Bekasi, Lampung, Pelembang dan Bogor. Penangkapan terbesar terjadi pada periode November-Desember 2020 yang terjadi di Lampung dan sekitarnya dengan jumlah 23 orang teroris jaringan Jamaah Islamiyah, termasuk diantaranta DPO Taufik Bulaga alias Upik Lawangan dan Zulkarnaen. Total teroris yang ditangkap oleh Polri pada tahun 2020 sebanyak 228 orang yang sebagian besar adalah anggota Jamaah Islamiyah.

Pada tahun 2021, Polri juga menangkap kelompok Jamaah Islamiyah di Jatim (22 orang), Sumbar (6 orang), Sumut (18 orang), Jakarta (2 orang), Tangeran (1 orang). Rangkaian penangkapan tersebut menunjukkan bahwa Jamaah Islamiyah tetap eksis dan sudah menyebar di berbagai wilayah Indonesia.

Di bawah kepemimpinan Para Wijayanto, Jamaah Islamiyah mampu melakukan program-program seperti dakwah, pendidikan, rekrutmen anggota baru. Selain itu Jamaah Islamiyah juga mengubah pola aksinya dengan menghindari aksi kekerasan untuk menghindari penangkapan masal.

Jamaah Islamiyah juga membangun bisnis seperti perkebunan sawit dan melakukan penggalangan dana dengan menyebarkan ribuan kota amal. Tidak mengherankan jika Jamaah Islamiyah mampu mengirimkan anggotanya berlatih militer di Suriah disaat banyak pihak menduga bahwa kelompok tersebut sudah lumpuh.

Peneliti terorisme Bruce Hoffman melalui media The Strategist (2018) menyatakan bahwa terdapat 3.000 orang anggota Al-Qaeda di Indonesia, hal ini tentu merujuk pada organisasi Jamaah Islamiyah di Indonesia. Pada awal 2021 Mabes Polri melalui Kadiv Humas menyebutkan bahwa terdapat 6.000 orang anggota kelompok teroris. Jumlah yang disebutkan Mabes Polri cukup masuk akal jika dihitung anggota dan simpatisan yang berkembang jika didasarkan pada jumlah yang disebut oleh Bruce Hoffman. Jumlah ini tentu bukan angka yang kecil dan yang dapat diabaikan begitu saja.

Jamaah Islamiyah yang merupakan afiliasi dari Al-Qaeda dalam jangka panjang tentu lebih berbahaya daripada kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan ISIS seperti JAD dan MIT, meskipun dalam jangka pendek kelompok aliran ISIS cenderung lebih frontal dan nekad. Keberadaan Jamaah Islamiyah di Indonesia dibangun oleh orang-orang dengan militansi yang tinggi dan pengalaman yang panjang di Afghanistan dan Filipina. Sementara kelompok yang berafiliasi dengan ISIS terbentuk secara instan dengan pengalaman dan ketrampilan tidak sebaik Jamaah Islamiyah.

Terkait dengan situasi Indonesia ke depan, maka Jamaah Islamiyah dapat dikategorikan sebagai salah satu sumber ancaman yang serius. Meskipun kemampuan anggota Jamaah Islamiyah saat ini tidak semilitan generasi pendahulunya, dan ada perubahan model yang mulai meninggalkan aksi kekerasan, namun tujuan Jamaah Islamiyah masih tetap sama yaitu mendirikan negara khilafah. Tujuan inilah yang menjadi titik ancaman bagi Indonesia yang mempunyai ideologi Pancasila.

Faktor lainnya adalah kelompok Jamaah Islamiyah tidak lagi eksklusif tetapi justru masuk ke dalam kehidupan masyarakat biasa dengan kegiatan seperti penggalangan dana lewat kotak amal, melakukan bisnis perkebunan sawit dan bisnis lain. Langkah tersebut adalah bentuk pengelabuhan sehingga kelompok Jamaah Islamiyah akan dianggap sebagai entitas masyarakat biasa yang tidak berbahaya.

Di sisi lain Polri pada 2019 melalui Kadiv Humas menyebutkan bahwa kelompok Jamaah Islamiyah melakukan pendekatan ke partai politik. Hal ini tentu mengejutkan mengingat Jamaah Islamiyah adalah kelompok yang anti dengan pemerintah dan sistem demokrasinya. Pendekatan kepada partai politik ini menunjukkan bahwa Jamaah Islamiyah ingin mencapai tujuan mendirikan negara khilafah dengan berbagai cara termasuk pendekatan politik.

Dengan berbagai pendekatan baru yang tidak lagi menggunakan kekerasan, apakah kemudian tidak akan terjadi aksi kekerasan atau teror yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah? Tentu tidak ada jaminan, mengingat dalam berbagai penangkapan kelompok Jamaah Islamiyah masih ditemukan berbagai barang yang merupakan alat-alat untuk melakukan kekerasan. Selain itu potensi adanya anggota yang menjadi sempalan dan melakukan aksi instan dengan teror karena tidak sabar dengan cara-cara yang baru sangat mungkin terjadi.
Dari berbagai fakta dan analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa Jamaah Islamiyah menjadi ancaman serius bagi Indonesia, tidak hanya saat ini tetapi juga jangka panjang mengingat kaderisasi dan regenerasi serta berbagai upaya termasuk penggalangan dana terus dilakukan.

Untuk mencegah ancaman tersebut terjadi tentu tidak bisa hanya menyerahkan kepada pemerintah saja. Masyarakat sebagai entitas terbesar di negara ini harus pro aktif untuk ikut waspada terhadap gerakan yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah.

Pemerintah perlu memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat terkait Jamaah Islamiyah atau kelompok lainnya yang serupa. Dengan hal tersebut maka masyarakat diharapkan waspada dan mampu melakukan deteksi dini jika muncul ancaman dari kelompok seperti Jamaah Islamiyah. Tanpa peran serta masyarakat, tugas pemerintah untuk mencegah terjadinya ancaman terhadap ideologi Pancasila, terutama dengan adanya radikalisme dan terorisme akan sangat berat dan tidak mudah dituntaskan.

*) Stanislaus Riyanta, analis intelijen dan terorisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *