Badai Pandemi Momentum Memperkokoh Kemandirian Nasional

by -2,585,153 views

Jakarta – Sejumlah praktisi, para ahli, dan pakar menilai pandemi covid-19 yang sudah lebih dari satu tahun terjadi perlu dijadikan sebagai pijakan untuk membangun dan memperkuat kemandirian nasional di berbagai sektor.

Kesimpulan itu terpotret dalam diskusi yang digelar Indonesian Public Institute (IPI) bertajuk “Quo Vadis Penanganan Pandemi Covid 19” secara daring, Selasa (16/2/2021).

Diskusi itu menghadirkan pembicara terkemuka, yakni Guru Besar bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran, Prof. Keri Lestari; Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden, Yenny Sucipto; Direktur Magister Manajemen Mitra Indonesia Yogya, Julianto P. Winarno; Pegiat Kebencanaan dan Kemanusiaan Tri Budiarto; dan Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta; adapun Yulis Susilawaty sebagai pengarah diskusi.

“Pandemi ini menguji negara kita, sejauh mana mempunyai ketahanan, baik dalam konteks keuangan negara maupun ketahanan sosial dan soal keamanan,” ujar Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo membuka diskusi.

Karyono memantik diskusi dengan menyebut bahwa saat ini perlu mengerahkan semua potensi nasional menuju kemandirian. Salah satunya, pemerintah perlu serius mewujudkan industri alat kesehatan dan obat dalam negeri.

Ia menyontohkan penemuan alat pendeteksi virus corona bernama GeNose yang dibuat oleh para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM), ini harus didorong serius oleh pemerintah secara lebih kongkrit.

“GeNose bahkan lebih cepat, akurat, dan harganya lebih murah. Jika diproduksi secara masal maka harganya akan lebih murah. Dengan demikian target menurunkan angka penularan dengan 3T bisa lebih maksimal,” ujar Karyono.

Sementara itu, Prof Keri Lestari dalam paparannya mengatakan bahwa virus memang berbahaya. Tetapi orang yang menyebarkan virus lebih berbahaya.

Karena itu, Keri Lestari mengingatkan agar kedisiplinan menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) serta 3T (tracing, testing, treatment) harus benar-benar ditingkatkan.

“Dengan menerapkan disiplin 3M dan 3T, serta vaksinasi yang masif, maka penularan covid-19 akan terhambat, pandemi akan melambat, dan ekonomi pun akan meningkat,” jelas Keri.

Menurut Keri, tes dan vaksinasi menjadi kepentingan negara bukan hanya individu. Karenanya kebijakan presiden yang menggratiskan vaksin harus diapresiasi.

Ia juga menilai Indonesia perlu meniru India yang tergolong sukses dalam menangani pandemi covid-19. Mereka menerapkan strategi testing yang masif dan deteksinya pun cepat.

Kemudian India juga melakukan tracing yang agresif dari rumah ke rumah. Meski lockdown dilonggarkan namun mereka menggencarkan test dan trace. Ketika ada kasus positif, mereka pun gerak cepat melakukan karantina. Dengan strategi ini India mampu menekan jumlah kasus aktif covid-19.

Semenyara itu, Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden, Yenny Sucipto menjelaskan tentang tiga prioritas program pemerintah dalam penanganan pandemi covid-19, yakni di bidang kesehatan sebagai upaya pengendalian Covid 19, social safety net, serta insentif ekonomi bagi pelaku usaha dan UMKM.

Sepanjang 2020, kata Yenny, pemerintah melakukan perubahan kebijakan alokasi keuangan negara dengan fokus pada anggaran penanganan pandemi Covid-19 dengan nilai anggaran hingga Rp695,20 triliun setelah Reclustering Anggaran.

Jumlah ini kemudian dialokasikan untuk sektor Kesehatan Rp96,17 triliun, Perlindungan Sosial Rp230,70 triliun, dan Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda Rp70,68 triliun.

Di tahun 2021 ini, jelas Yenny, fokus APBN diarahkan pada empat hal, yakni pertama
Penanganan Kesehatun dengan fokus vaksinasi, penguatan sarana dan prasarana kesehatan, laboratorium penelitian dan pengembanan.

Kedua, perlindungan sosial bagi kelompok kurang mampu dan rentan; Ketiga perlindungan ekonomi dengan memberi dukungan pada UMKM dan dunia usaha; serta keempat reformasi struktural bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial dan sebagainya.

“Adapun untuk anggaran 2021, Belanja Negara yang sebesar Rp2.750,0 triliun akan lebih difokuskan pada pemulihan ekonomi,” paparnya.

Direktur Magister Manajemen Mitra Indonesia Yogya, Julianto P. Winarno, memaparkan dari sisi daya tahan ekonomi yang terkena imbas pandemi.

Julianto mengatakan, kemandirian di bidang ekonomi menjadi salah satu yang terpenting karena daya tahan ekonomi nasional benar-benar diuji sepanjang pandemi ini terjadi.

“Industrialisasi berbasis pemberdayaan masyarakat adalah kata kunci dalam melakukan transformasi struktural ekonomi di masa Pandemi,” ungkap Julianto.

Julianto juga menyebut empat pilar dalam sistem ekonomi yang harus diperkuat dalam membangun kemandirian ekonomi, yakni struktur sistem ekonomi, daya saing, gravitasi sistem ekonomi, dan stabilitas ekonomi.

“Keempat pilar sistem ekonomi tersebut disebut industrialisasi berbasis pemberdayaan dengan menekankan kepada partisipasi masyarakat dan desa sebagai aktor utama,” jelasnya.

Adapun Tri Budiarto memberi penekanan pada manajemen pemerintah dalam pengelolaan penanganan pandemi covid-19 yang dinilai masih kurang optimal.

Ia menjelaskan, saat ini masyarakat seperti kehilangan patron atau panutan yang permanen, sehingga hidup dalam kebiasaan-kebiasaan yang paradoksal.

Agar partisipasi dan semangat gotong royong hidup kembali secara masif di tengah masyarakat, Tri Budiarto menyarankan pemerintah agar mengintensifkan komunikasi dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami rakyat.

“Agar manajemen penanganan bencana pandemi covid-19 berjalan optimal, maka harus ada satu komando yang jelas; leadership yang strong; dan bahasa yang sederhana serta birokrasi yang praktis,” tandas Tri Budiarto.

Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta memaparkan sejumlah kerawanan terkait pandemi covid-19, yakni daya tampung Rumah Sakit yang kurang, melemahnya ketahanan ekonomi terutama untuk sektor informal, masalah ketersedian pangan, serta beredarnya hoaks yang kian meresahkan.

Bagi Stanislaus, pemerintah harus mewaspadai ancaman-ancaman yang terjadi, seperti pasien covid-19 yang tidak tertampung, gangguan sektor ekonomi, kemudian terorisme, konflik massa dan kriminalitas lainnya, termasuk adanya ketidakpercayaan kepada pemerintah.

“Fakta yang terjadi saat ini, bahwa kelompok teroris memanfaatkan situasi pandemi covid-19 untuk melakukan aksi, kemudian kelompok separatis seperti OPM meningkatkan tensi tekanan kepada pemerintah. Juga ada temuan drone bawah laut yang mengarah pada adanya penyusupan dari pihak asing. Angka kriminalitas di masa pandemi juga meningkat, dan kelompok oposisi memanfaatkan isu pandemic-19 untuk medelegitimasi pemerintah,” jelasnya.

Pada saat bersamaan, lanjut Stanislaus, pemerintah harus bekerja keras mengatasi implikasi dan dampak dari pandemi, seperti tersendatnya perputaran ekonomi, kegiatan belajar mengajar terganggu, pembangunan tertunda, juga terjadi sentimen kepada pemerintah dan meningkatnya ketergantungan pada pihak lain.

Terakhir, Stanislaus memberikan sejumlah saran untuk dilakukan. Mulai dari pentingnya melakukan pengujian dan penyempurnaan terhadap sistem tanggap darurat. Kemudian negara harus punya instrument untuk menggerakkan non state actor, termasuk swasta dan generasi muda.

“Sistem koordinasi pemeritah pusat, kementerian/lembaga, pemda, dan masyarakat harus diperbaiki. Komunikasi pemerintak kepada publik juga harus lebih cepat, sederhana dan kredibel. Dan tentunya nasionalisme harus terus ditingkatkan untuk mendorong persatuan dan kekompakan,” jelas Stanislaus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *