Bahas RUU BPIP, LDNU NTB Tekankan Tangkal Komunisme

by -2,223,406 views

indonesiakita.co – Ketua BEM Universitas Mataram (UNRAM), Irwan menyanpaikan bahwa banyak elemen termasuk pihaknya sempat terganggu dengan munculnya RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dengan segala bentuk kontroversialnya. Salah satunya adalah karena dianggap RUU tersebut cacat dalam prosedural.

“Kita di BEM beberapa kali sudah mendiskusikan bahkan beberapa minggu lalu kita menggelar aksi dan termasuk di dalam poin tuntutan ialah menolak RUU HIP, ini karena dianggap cacat prosedural,” kata Irwan dalam diskusi webinar bertemakan ‘Mengurai Polemik RUU HIP, Perlukan RUU BPIP?’ yang digelar oleh DPW Syarikat Islam NTB, Rabu (22/7/2020).

Baginya, Pancasila adalah sesuatu konsensus yang sudah final dan tidak boleh diubah-ubah, apalagi di dalam RUU HIP sempat ada upaya untuk memeras Pancasila menjadi trisila dan ekasila.

Namun ia juga bersyukur bahwa RUU HIP akhirnya dicabut dari program legislasi nasional (prolegnas) di DPR RI.

“Kita sepakat bahwa Pancasila ini sudah final,” ujarnya.

Kemudian, Irwan juga menyinggung tentang RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang digadang-gadang akan menggantikan posisi RUU HIP di Prolegnas.

Ia memberikan komentar bahwa setiap RUU yang akan dibahas oleh DPR bersama pemerintah tidak boleh malah memunculkan polemik dan keresahan di kalangan masyarakat.

“Di gerakan mahasiswa, walau bagaimana pun kita semua sepakat apapun yang berusaha mengganggu negara ini harus kita lawan baik secara pikiran dan tindakan,” tegasnya.

Dan ia pun berharap besar kepada pemerintah dan DPR RI untuk meningkatkan konsentrasi pekerjaan di hal-hal yang sifatnya substantif demi kepentingan rakyat.

“Kita berikan penekanan pada pemerintah harus fokus pada hal substansial di masyarakat bukan justru menghadirkan persoalan baru yang mengganggu aktivitas bernegara kita,” tutupnya.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat (LDNU NTB), Bajang Asrin mengatakan bahwa RUU BPIP penting dibahas namun tetap memiliki sisi kritis yang bisa dicermati.

“Jadi kalau baca RUU BPIP memang ada beberapa titik kritis yang kita lihat, misalnya ada wewenang yang lebih tinggi. Misalnya arah pendidikan nasional, kemudian dalam Pemilu punya peran strategsis. Ini bisa jadi titik kritis,” kata Asrin.

Betapapun itu, ia tetap memberikan catatan agar RUU tersebut tidak malah menimbulkan polemik yang sama dengan munculnya RUU HIP yang telah ditolak oleh mayoritas masyarakat, karena kekhawatirannya terhadap bangkitnya ideologi komunisme di Indonesia serta berbagai kontroversinya.

“Bahaya komunis itu saya sepakat,” ujarnya.

Selain Irwan dan Asrin, hadir di dalam diskusi tersebut antara lain ; Ketua MUI NTB Prof. Saiful Muslim, koordinator Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK NKRI) NTB Lalu Pujo Basuki Rahmat, Ketua HMI Cabang Mataram, Andi Kurniawan dan perwakilan MASIKA ICMI NTB, Ahmad Imtihazi.

Masih di dalam kesempatan yang sama, ketua DPW Syarikat Islam NTB, Zainul Aidi mengatakan bahwa apapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah maupun DPR khususnya di dalam merancang Undang-Undang tidak boleh keluar dari Pancasila. Maka ketika hal itu tidak sesuai Pancasila maka akan menimbulkan gejolak di kalangan masyarajat termasuk RUU BPIP.

“Oleh karena itu civil society dalam hal ini MUI kemudian ormas islam masih miliki sensitivitas yang tinggi bahwa pancasila itu adalah dasar bernegara dan konsensus nasional yang sudah terbukti dan itu hadiah terbesar umat Islam untuk bangsa Indonesia,” tuturnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *