Pesan Nobar Film Dokumenter ala FISIPOL UNS: Berbeda Harus Dirangkul Jangan Dipukul,

by -1,622,368 views

SURAKARTA – Fakultas Sosial Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar acara diskusi dan Nonton Bareng Film Dokumenter bertema Toleransi dan merawat Kebhinekaan dari ancaman radikalisme paham eksklusif, di Kafe Bhinneka Kampus UNS, Kamis (19/12/2019).

Film dokumenter berdurasi 30 menit karya Dosen FISIP UNS Akhmad Ramdhon tersebut berjudul Atas Nama Percaya. Ratusan mahasiswa dari FISIPOL dan BEM UNS Surakarta antusias mengikuti nobar tersebut.

Mahasiswa FISIPOL UNS Amin mengapresiasi pesan tersirat dari film yang diputar tersebut. Kata dia, ada arti dari keberagaman dimana di Indonesia banyak sekali aliran kepercayaan yang ada dan tumbuh di masyarakat. Kata dia, dari film yang telah diputar menunjukkan bahwa Indonesia itu kaya bukan hanya kaya akan sumber daya alam tetapi juga kaya akan keberagaman budaya.

“Saya Berharap agar keberagaman yang ada di Indonesia dapat membuat kita untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan tidak terpecah belah oleh keberagaman yang ada,” ungkap Amin.

Menurutnya, dari tayangan film bisa belajar bahwa dengan keberagaman bisa memperkuat persatuan dan kesatuan, film itu sangat baik terkait keberagaman di Indonesia.

“Bagaimana peran agama sangat penting dan dapat masuk kedalam perbedaan kebudayaan jangan dihina, apabila beda agama dan beda kepercayaan saya berharap kaum yang mayoritas melindungi minoritas,” sebutnya.

Sementara itu, mahasiswa UNS lainnya Jurusan FISIPOL Rafael juga ikut memberikan tanggapan isi dari film tersebut. Katanya, film tersebut begitu lembut dalam memberikan pesan pesan moral yang baik terkait adanya perbedaan dalam agama dan aliran kepercayaan.

“Dari film tersebut dapat kita simpulkan Pemerintah harus tetap hadir dan melindungi kaum minoritas yang berbeda dengan yang mayoritas, marilah kita suport pemerintah dengan tidak membeda bedakan yang minoritas demi kebhinnekaan,” bebernya.

Mahasiswa FISIPOL Sofie juga berpendapat bahwa perbedaan dalam film tersebut adalah anugerah dari Tuhan dan akan menjadi rahmatan lil alamin.

“Kita sebagai mahasiswa dan mahasiswi harus suport film tersebut demi terawatnya kebhinnekaan,” ujarnya.

Sementara itu, Dosen UNS FISIPOL Teo membeberkan isu pengakuan terhadap aliran kepercayaan saat ini menjadi isu sentral dalam mendorong program pemerintah khususnya pariwisata. Dengan adanya pengakuan dari pemerintah maka masyarakat yang menganut aliran kepercayaan merasa diakui dan hak haknya dalam menjalankan kepercayaannya mendapat jaminan dari pemerintah.

“Masyarakat penganut aliran kepercayaan perlu dirangkul karena sering mendapat perlakuan diskriminasi dan hal ini dapat merusak keberagaman dan kebhinekaan,” sebutnya.

Dia mengaku sangat menarik film tersebut, film tersebut lokasinya sangat dekat dengan daerahnya di Sumba. Banyak kuda, kalau Jokowi dihadiahe kuda, dan kudanya kuda liar.

“Film tersebut bagus banget terkait terhadap keberadaan kaum minoritas yang diakui oleh Pemerintah setempat tanpa ada perbedaan. Isue pengakuan sangat penting untuk keberlangsungan hidup di masyarakat Indonesia. Pemerintah harus mengakui isu adanya aliran kepercayaan yang memperkaya khasanah bangsa dan harus diinklusi oleh Pemerintah. Berbeda adalah kenyataan tetapi memahani perbedaan adalah kewajiban,” paparnya.

Dan Akhmad Ramdhon berpesan agar mereka yang berbeda harus dirangkul, jangan dipukul, dan itulah peran Pemerintah dalam mensejahterakan masyarakatnya dan mengakui perbedaan terkait aliran kepercayaan. Makanya tugas Universitas adalah merawat perbedaan dan menjaga kebhinekaan serta menginklusi setiap perbedaan itulah peran nya dalam pembangunan keberagaman.

“Di Timur Tengah banyak perbedaan mahzab sama seperti di Indonesia, ada Ahmadiyah, ada Syiah dan ada Sunni, Pemerintah wajib menjaga kebersamaan tersebut,” tambahnya.

Dia melanjutkan peran bersama adalah menjaga perbedaan tersebut, berbeda dengan konteks TNI Polri, dan warga harus menghargai perbedaan, lintas agama dan lintas suku.

“Kemerdekaan kita diperjuangkan atas nama perbedaan dan keberagaman. Banyak perbedaan yang membuat kemerdekaan tersebut ada ada yang beragama islam, kristen dll. Konteks perbedaan saja sudah terlihat menjelang Kemerdekaan. Ada Soekarno, Bung Hatta, Sutan Syahril dll mereka adalah berbeda suku demi kemerdekaan Indonesia. Kita sebagai mahasiswa yang terpelajar mari kita jaga dan rawat perbedaan tersebut demi jayanya kebhinnekaan di NKRI,” pungkasnya.

Setelah acara selesai dilakukan foto bersama di Kafe Bhinneka dan dilanjutkan jumpa pers terhadap media yang meliput acara tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *