Junjung Tinggi Nasionalisme untuk Indonesia Lebih Baik, NKRI Harga Mati !!

by -1,982,512 views

Tangsel – Dua dimensi yang berbeda dalam meletakan ideologi suatu negara. Isu hangat yang kian menggubris hati dan pikiran seorang pemuda, kini mengambil langkah untuk memperjelas dan berusaha menjawab solusi dari sebuah permasalahan bangsa. Pancasila, tentu diketahui secara umum adalah rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Terdapat 5 pedoman yang terkandung dalam sebuah lambang negara Indonesia, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sampai saat ini, negara Indonesia masih menjalani 5 pedoman tersebut sebagai dasar mengambil langkah sistem kehidupan bangsa dan negara yang tertib dan aman.

Sementara itu, khilafah  kepemimpinan umum bagi kaum muslim untuk menerapkan syariat Islam di dalam negeri dan mendakwahkannya ke luar negeri. Salah satu organisasi yang aktif menyeru kekhilafahan adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).  Namun, ditengah-tengah itu, Indonesia dengan keragaman agama, suku dan budaya menjadi ciri khas kehidupan berbangsa. Slogan “Bhinneka Tunggal Ika” mampu menunjukkan sikap persatuan walaupun terdapat beberapa kekeliruan dari sifat manusia itu sendiri dalam meretakkan kesatuan bangsa.

Pegiat Nasionalis Muda Robitul Umam mengaku lebih mencintai Pancasila ketimbang khilafah. Sebab, Indonesia yang memiliki Pancasila tidak bisa dengan mudah digantikan dengan ideologi lainnya.

“Kita punya segalanya dalam idelogi Pancasila sudah diterangkan dalam sila-silanya. Menjunjung tinggi nilai nasionalisme untuk Indonesia lebih baik,” ungkap Robitul.

Hal itu disampaikannya saat diskusi dan rembuk Keprihatinan Mahasiswa dengan tema ” Indonesia dalam Bahaya Khilafah atau Pancasila” di UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Kamis (3/11/2016).

Kata dia, negara demokrasi membutuhkan sistem seperti Pancasila bukan khilafah. Robitul pun mempertanyakan HTI yang baru masuk ke Indonesia sekitar 1982-1983.

“Ini organisasi baru mau ngobrak-abrik Indonesia, bagaimana para ulama yang sudah keluar darah keringat buat Indonesia. Loh, HTI organisasi baru kemarin ingin ngancurin Indonesa mana bisa!,” ucap dia.

Robitul merasa bangga dengan perjuangan para ulama yang ikut serta dalam membuat ideologi Pancasila yang tidak sedikit waktu di keluarkan untuk membangun demokrasi Indonesia dan ideologi Pancasila.

“Mengamalkan Pancasila sama dengan menjunjung tinggi nilai keagaaman menjunjung tinggi nama Allah SWT,” tandasnya.

Pancasila atau Khilafah ??

Sementara itu, Pimpinan Pusat HTI Wahiduddin menegaskan tidak ada demokrasi yang kemudian dibanggakan oleh Indonesia. Oleh karenanya, khilafah harus ditegakan agar semua sejahtera dan benar-benar sejahtera.

“Kalau ditanya Pancasila atau khilafah, jelas khilafah,” ucap dia.

Wahiduddin menyerukan agar Indonesia tidak seperti negara komunis China. “Gagasan HTI adalah gagasan yang bisa mempersatukan muslim di Indonesia dari sabang sampai marauke,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *