Dibalik Demo Turunkan Ahok Ternyata Ada yang Ingin Rontokkan Ideologi Negara

by -2,434,651 views

Jakarta – Gejolak rencana aksi demonstrasi besar-besaran pada 4 November 2016 makin ramai diperbicangkan di berbagai kalangan baik pro maupun kontra. Para kalangan pun menilai bahwa ditengah situasi dan kondisi saat ini, Pancasila selalu mendapatkan ujian serta terus dirongrong dengan berbagai cara.

“Hari ini kita merasakannya ditengah majunya arus globalisasi, betapa Pancasila ditengah himpitan kaum liberal dan fundamental. Ditekan dari kiri dan kanan nampak nyata terang benderang merubah asas ideologi bangsa kita,” ungkap Ketua KNPI Jakarta Utara Nur Hasanuddin.

Hal itu mengemuka saat Deklarasi dan Dialog nasional “Keberagaman Suku, Agama dan Ras di Indonesia adalah aset bangsa Indonesia, Pancasila adalah Kita” yang diinisiasi Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan (Amalan) Rakyat di Gedung Joeang 45 Jakarta, Selasa (1/11/2016). Turut hadir juga perwakilan Bem Nasional, dan Bem se-Jabodetabek serta kelompok cipayung (GMNI, GMKI, PMKRI, HMI, PMII).

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Acang ini mengaku ikut terlibat di Aksi Bela Islam Jilid I Oktober lalu. Namun, kata Acang, warga DKI khususnya kini menjadi resah, bingung dan bimbang. Sebab, atmosfer yang terjadi dalam aksi melibatkan Ahok kini menjadi bola salju yang semakin besar dan luar biasa tidak bisa terbendung lagi.

“Tapi saya berpikir dibalik agenda itu, bukanlah sekedar merontokkan seseorang tapi ideologi negara kita. Butuh pemikiran sangat jernih, bebas segala kepentingan. Saya berusaha sendiri mendudukkan orang Indonesia dan 4 November berindikasi merontokkan ideologi bangsa kita. Ini perlu pemikiran yang jernih dan bijak,” sebut dia.

Acang melanjutkan demo 4 November itu rentan ditunggangi banyak pihak. Acang menyayangkan isu SARA selalu muncul dalam Pilkada, dan Jakarta termasuk masih dalam bagian yang rentan terkait soal SARA.

“Isu ini menjadi sangat meresahkan dan hawanya sangat berasa. Gelombang arusnya lebih dahsyat dengan merongrong Pancasila. Hari ini ada dua kelompok baik liberal dan radikal. Isu SARA semakin kuat untuk menyingkirkan calon, jadi tidak pernah ada Pilkada itu tanpa SARA. Tapi Isu SARA selalu ada,” tandasnya.

Aksi Brutal Bak Orang Bar-Bar

Direktur Lembaga Kajian Hukum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kurniadi Nur menilai gejolak politik yang terjadi di DKI Jakarta saat ini sangat kuat. Kata dia, apa yang disampaikan Ahok adalah sebuah eksperimen politik.

“Dari analisa saya, apa yang disampaikan Ahok itu adalah eksperimen politik,” kata dia.

Dia pun memberikan solusi agar gerakan itu tanpa ada anarkis. Dia mengingatkan agar para tokoh untuk berusaha mengutuhkan kembali pada kesatuan NKRI yang kini diujung tanduk tercerai berai.

“Perlawanan yang brutal itu seolah-olah digambarkan bak orang bar-bar,” tukasnya.

Demo Harus Tetap Hargai Kepentingan Umum

Koordinator Presidium Amalan Rakyat Frans Freddy meminta kepada semua pihak yang ikut berdemo nanti untuk tetap menjaga kepentingan umum dan demo tidak berujung pada kerusuhan.

“Penyampaian pendapat dimuka umum boleh saja, asal tidak menyalahi aturan yang ada,” sebut dia.

Frans juga mengatakan pihaknya menyampaikan sikap untuk menjaga Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, merekatkan Persatuan dan Keharmonisan antar umat beragama, dan mensukseskan Pilkada serentak tanpa SARA.

“Mari lawan segala bentuk gerakan adu domba atau makar di Indonesia. Kawal pemerintahan Jokowi-JK mensukseskan program pembangunan Indonesia,” kata dia.

BEM Nasional: Pluralisme di Indonesia Kurang Diimbangi dengan Pemahaman

Ketua Presidium Bem Nasional Ayaturahman menjabarkan prestasi sebuah bangsa yang demokratis sangat berkaitan erat dengan penghargaannya atas pluralisme. Hal ini akan menjadi tolak ukur, apakah bangsa tersebut berhasil menegakkan nilai-nilai pluralis seperti toleransi, kesetaraan dan kooperasi atau hanya sekedar jargon saja.

“Pluralisme ternyata bukan sesuatu yang mudah diterima, khususnya dinegara-negara yang memiliki tingkat kolektifitas dan homogenitas yang tinggi,” bebernya.

Ayaturahman mengatakan di Indonesia faktanya bahwa masyarakat adalah masyarakat yang plural dan hal itu sesuatu tak terbantahkan. Namun, pluralitas bangsa ini tidak serta merta menggiring masyarakatnya untuk menghargai pluralisme.

“Pluralisme di Indonesia tidak diimbangi dengan pemahaman tentang pluralisme. Tidak mengherankan jika benturan antar elemen masyarakat masih sering terjadi,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *