Bagaimana Kampus Tidak Dijadikan Sarang untuk Media Berkembangnya Khilafah

by -1,478,996 views

Jakarta – Kapolres Jaktim Kombes Pol Andry Wibowo menyebut persoalan kebangsaan dan kenegaraan merupakan rahmat Illahiah dan Alamiah sebagaimana gagasan Soekarno tentang sejarah terbentuknya negara Indonesia, Bung Karno mengutip Frederich J. Stahl (1861) dan berbeda dengan gagasan Kranenburg serta Logemann yang berbicara perihal asal terbentuknya negara dari perspektif negara modern.

“Dalam konteks itu, konsep ideologi Pancasila dan NKRI adalah rahmat Allah SWT yang diimplementasikan dalam gagasan terbentuknya negara dan sesuai juga dengan teori negara modern yang demokratis seperti saat ini berkembang,” ungkap Andry.

Hal itu disampaikan dalam diskusi publik dan deklarasi “Negara Pancasila dan NKRI yang Utuh tanpa Khilafah” di Auditorium Balai Pustaka Resto Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (5/5).

Turut hadir juga narasumber lainnya, selain Kapolres Jaktim yakni Ketua DPD KNPI DKI Jakarta Gusti Arif, Ketua Umum HMI Jabotabeka Banten Arief Wicaksana, Saeful Anwar, SE (Ketua PMII Jakarta Timur), Fariz Rifqi Ihsan (Presidium GMNI), dan Zulkifli (Presiden mahasiswa UIC).

Juga hadir ratusan perwakilan BEM Jayabaya, UBK, IBNU Chaldun, UNJ, UI, At tahiriya, UIN, Azzara, UKI, UIJ, Binus, KNPI, GMNI, HMI se Jabotabek Banten, dan PMII.

Pria yang akrab disapa bang Andry itu mengingatkan bahwa sebagai negara besar, dalam sejarahnya Indonesia telah mengalami pasang surut dan gangguan atas keutuhan dan kesatuan bangsa, seperti peristiwa pemberontakan DI/TII, pemberontakan PKI, Permesta, dll.

“Jauh sebelumnya kita juga mengalami kolonialisme selama beberapa abad,” tuturnya.

Dikatakannya, hikmah dari perjalanan bangsa tersebut maka dalam konteks dinamika global saat ini perlu diwaspadai adanya sutradara-sutradara yang menggunakan agen-agen/oknum nasional dan lokal untuk kembali memecah belah bangsa melalui nilai-nilai yang anti Pancasila termasuk misalnya gagasan kekhalifahan. Oleh karenanya, lanjut dia, pemuda pemudi Indonesia harus waspada terhadap berbagi upaya komersialisasi konflik agama dan budaya yang terjadi di Indonesia saat ini.

“Khusus gerakan kekhalifaan mahasiswa harus punya rencana aksi yang konkret dan paling utama adalah bagaimana kampus – kampus tidak dikuasai dan dijadikan media kekhalifahan,” bebernya.

Selain itu, Andry mengusulkan untuk merencanakan agenda Sumpah Pemuda yang ke 2 untuk merevitalisasi semangat Sumpah Pemuda 1928, dengan membuat ‘road map’ Indonesia ke depan dengan memperkuat negara Pancasila sebagai modal sosial menjadikan Indonesia sebagai negara utama di dalam pertarungan global.

Setelah mendengar pemaparan Kapolres Jaktim, acara ditutup dengan yel yel “Pancasila YES, NKRI YES, Kekhalifahan NO”.

Sementara itu, aktivis Aliansi Mahasiswa dan Aktivis Pemuda Relawan NKRI Frans Freddy menegaskan bahwa Pancasila itu sakti, Pancasila itu sakral. Pancasila itu suci, Pancasila itu harga mati, Pancasila itu asas; asas dari segala asas. Karena sakral, lanjut Frans, Pancasila tak boleh direndahkan.

“Merendahkan dan menghina Pancasila adalah kejahatan tak terperi dan pastinya anti-demokrasi, kenapa masih saja ada upaya dari kelompok intoleran dan radikal untuk terus mengupayakan agar Indonesia mengadopsi konsep khilafah,” sebut Frans.

Bahkan, tambah dia, pihak-pihak yang mendorong penerapan konsep khilafah ini, telah mulai merambah ke lembaga pendidikan. Oknum guru sengaja menyebarkan radikalisme di lembaga pendidikan. Mereka masuk melalui kegiatan ekstra kurikuler. Tidak hanya itu, oknum guru yang terpapar radikalisme, juga sering membawa penceramah dari luar, yang juga telah terpapar radikalisme. Akibatnya, tambah Frans, tidak sedikit para anak didik yang ikut terpapar radikalisme.

“HTI Paling lantang pekik khilafah dan paling ‘dibiarkan’ meneriakkan ide khilafah di Indonesia. HTI dipertanyakan oleh sebagian masyarakat mengapa ormas radikal tersebut bisa bebas berkegiatan menyebarkan “ideologi khilafah” dan terakhir pada bulan Mei-Juni 2012 mereka mengadakan acara akbar di GBK dan di 35 kota besar lainnya,” paparnya.

Dia menambahkan bahwa ideologi HTI ini adalah ideologi yang tak jelas ujung pangkalnya. Sebab siapa yang akan menjadi wakil dan ditunjuk menjadi Khalifah dalam Khilafah? Itu saja tidak mampu dijawab dengan jelas. Siapakah yang akan dianggap mewakili dan menjadi sultan atau raja Islam? Kembali, tidak ada satu pun anggota dan pemimpin HTI mampu menjawab. HTI hanya mampu mencela pemerintahan RI dan pemerintahan manapun di dunia.

Bahwa HTI sesungguhnya tabayyun, HTI hanya memotret Indonesia sekilas sebagai alat provokasi, tapi tidak memberi solusi. Ormas-ormas seperti HTI jelas bertentangan dengan prinsip yang ada di Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Ormas ini sama sekali tidak menjunjung tinggi perdamaian dan toleransi. Justru sebaliknya, mereka menjunjung tinggi provokasi demi perpecahan seolah-olah ingin memindahkan konflik yang ada di Timur Tengah ke Indonesia.

“Ormas-ormas radikal ini tentu melakukan kaderisasi secara radikal pula,” cetus Frans.

Namun, kata dia, di balik itu semua itu justru yang sangat membahayakan adalah bahwa apa yang dilakukan oleh HTI cenderung menciptakan radikalisasi agama dan keyakinan yang menciptakan segregasi dalam NKRI yang berdasarkan Pancasila yang tidak diakui oleh HTI. Sungguh memprihatinkan organisasi semacam HTI dibiarkan tumbuh subur dan melakukan kampanye dan bahkan mengadakan Muktamar Khilafah.

“Sehingga menimbulkan pertanyaan besar bahwa dimana sebenarnya posisi pemerintah dalam menyikapi radikalisasi agama dengan model HTI yang sengaja membiarkan mereka untuk terus maju dan berkembang?,” tukasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *