Seluruh Stakeholders Perlu Rencana Matang Untuk Pemilu Saat Pandemi

by -1,440,052 views

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyebut sejak awal telah membuat perencanaan pelaksanaan pemilihan di tengah pandemi Covid-19. Termasuk hajatan demokrasi di tahun 2020 kemarin, dan Pemilu 2024 mendatang.

Hal ini diungkap Komisioner KPU RI Viryan Azis dalam diskusi daring “Langkah Kesiapan Serta Antisipasi Penyelenggara Menghadapi Pemilu dan Pilkada 2024, Dalam Skenario Pandemi Covid 19”, Kamis (9/9/2021).

“Kami sejak awal membuat perencanaan salah satunya opsi kalau pandemi masih terjadi,” kata Viryan.

Ia menjelaskan pada intinya, KPU dalam menghadapi pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 akan mengadopsi kebijakan yang sebelumnya diterapkan di Pilkada Serentak 2020 kemarin. Khususnya mengenai kebijakan yang dinilai berhasil diterapkan.

“Secara ringkas, apa apa yang sudah berhasil diterapkan di Pilkada 2020, itu akan kami terapkan kembali,” terangnya.

Selebihnya kata Viryan, hal yang perlu diperhatikan ke depan adalah mengenai kemungkinan kemunculan virus Corona varian baru yang lebih punya penularan tinggi daripada varian Delta.

Jika hal itu terjadi, maka penyelenggara pemilu dan pemerintah perlu mengambil kebijakan baru yang berbeda dari Pilkada Serentak 2020.

Potensi kemunculan varian baru yang jauh lebih berbahaya jelang pesta demokrasi 2024 jadi variabel yang sangat diperhatikan KPU saat ini.

“Hal lain, bisa jadi dengan modal yang sudah kita lakukan, efektivitas demokrasi elektoral di masa pandemi bisa makin tinggi. Kecuali ada varian baru yang lebih membahayakan dari varian delta, yang tingkat serangnya daya rusaknya sangat tinggi. Itu kondisinya tentu sangat berbeda,” tegas Viryan.

“Itu variabel yang kita perhatikan, selebihnya kalau tidak, kita bisa berharap ini bisa kita mitigasi dengan cara yang sudah ada. Terlebih lagi herd immunity terwujud sehingga kita bisa fokus ke aspek elektoral semata,” sebutnya.

Sementara itu, Anggora Bawaslu RI Mochammad Afifuddin mengajak semua pihak untuk membangun optimisme dalam menjalani masa Pemilu dan Pilkada di tengah pandemi yang pernah dilewati. Kata dia, pihaknya mengklaim mempunyai banyak pengalaman mengelola Pemilu disaat kekhawatiran publik yang luar biasa.

“Kita tidak boleh pesimis dan harus mulai bangun optimisme bahwa pernah melewati masa Pemilu dimasa pandemi,” tegas Afifuddin.

Ia berharap ada persiapan sejak dini apabila Pemilu Serentak 2024 berlangsung dengan kondisi pandemi Covid-19. Sebab, kata dia, dalam Pilkada 2020 lalu banyak sekali pelanggaran terhadap protokol kesehatan (prokes) yang dilakukan.
“Gambarannya apa? Kalau kita tidak segera beradaptasi termasuk ini misalnya, maka potensi pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya prokes jika masih ada aturan terkait pandemi itu,” kata Afif dalam diskusi daring, Kamis (9/9/2021).

Afif juga memprediksi jika tidak segera diantisipasi, maka pelanggaran prokes akan paling banyak dilakukan oleh para peserta pemilu. Hal itu, kata dia, terjadi karena disatukannya pemilihan legislatif (Pileg) dengan pemilihan presiden (Pilpres).

“Pilkada saja kemaren begitu apalagi ada pilegnya,” ujarnya.

Menurut Afif, pileg melibatkan emosi banyak orang dalam prosesnya, seperti DPRD kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR RI serta termasuk di dalamnya tim kampanye. Apabila dilihat dari sisi kegiatan kampanye, lanjut dia, banyak pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan rapat umum.

“Kemarin kita melakukan pengawasan tren potensi pelanggaran saat kampanye itu menarik menurut saya. Tatap muka yang artinya itu tatap muka yang sifatnya dibolehkan itukan 50 orang aja, itu lebih banyak dilakukan,” ujarnya.

“Tapi tidak semuanya melakukan proses-proses yang dibolehkan misalnya bagaimana izin ke penyelenggara, kordinasi dengan KPU dan Bawaslu itu trennya naik terus setiap 10 hari kita update,” lanjut dia.

Oleh karena itu, ia memberikan catatan bahwa kampanye dengan metode konvensional itu masih menjadi tren. Baca juga: Kemendagri Sebut Proses Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu Dimulai Oktober Padahal diharapkan dalam situasi pandemi Covid-19 ada pengurangan metode kampanye tatap muka.

“Nah ini yang menurut kami belum serius kita bahas dalam konteks desain 2024 tentu sembari berdoa tidak terjadi wabah ini,” ucap dia.

Ditempat yang sama, DIREKTUR Politik Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Syarmadani mengajak seluruh pihak untuk menatap Pemilu Serentak 2024 secara optimis.

Ia meyakini pesta demokrasi akbar bisa terselenggara dengan baik sekalipun pandemi masih berlangsung ketika momen itu tiba.

“Kita harus berangkat pada posisi yang optimis. Ketetapan waktu ini sudah diamanatkan konstitusi. Ini harus berlangsung agar pemerintahan terus berjalan,” ujar Syarmadani.

Keyakinan yang ia sampaikan bukan tanpa alasan. Indonesia, menurutnya, terbukti mampu menggelar Pilkada Serentak 2020 dengan lancar dan demokratis. “Sebelum pilkada, banyak pihak yang pesimistis. Tapi kita buktikan kita bisa lewati dengan baik. Tidak ada klaster atau penambahan kasis covid-19 signifikan pada daerah-daerah yang menggelar pilkada,” jelasnya.

Ia melihat pelaksanaan pilkada justru memperkuat penerapan protokol kesehatan. Partai-partai politik dan para kontestan mengambil kesempatan. Mereka mengampanyekan diri dengan membagi-bagikan masker, hand sanitizer sekaligus mengajak masyarakat menjalankan protokol kesehatan ketat.

“Kita akui pada masa awal pendaftaran terjadi kerumunan. Namun setelah itu terjadi, pemerintah, penyelenggara dan peserta melakukan komunikasi intens. Peserta diminta tidak lagi membuat kerumunan. Parpol diminta menginstruksikan kader untuk tidak melanggar protokol kesehatan. Akhirnya semua justru menjadi lebih baik,” ucap Syarmadani.

Seluruh pihak diminta mempersiapkan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dengan baik. Pasalnya, belum ada kepastian pemungutan suara bisa berlangsung dalam kondisi normal.

“Yang lebih penting bagi saya adalah skenario pemilu dan pilkada (pemilihan kepala daerah) serentak apabila masih dalam kondisi pandemi,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim dalam diskusi virtual, Kamis, 9 September 2021.

Salah satu hal yang harus dipersiapkan, yaitu perlindungan terhadap masyarakat dan penyelenggara. Hal ini diperlukan, baik di tingkat pusat hingga penyelenggara ad hoc.

Menurut dia, penyelenggara memiliki risiko paling besar jika Pemilu dan Pilkada 2024 dilaksanakan di tengah pandemi covid-19. Pasalnya, mereka menjadi ujung tombak pesta demokrasi.

“Keselamatan masyarakat dan penyelenggara itu diletakkan sebagai prioritas nomor satu,” ungkap dia.

Protokol kesehatan (prokes) menjadi barang wajib. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap keamanan Pemilu dan Pilkada 2024.

“Penting bagi penyelenggara memiliki kemantapan untuk menyelenggarakan pesta demokrasi tanpa kekhawatiran sedikit pun,” ujar dia.

Sedangkan Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu Rofiudin menyarankan agar penggunaan teknologi seperti cara elektrik disaat Pemilu nanti masih perlu dengan beberapa catatan. Sebab, masih kurang terjamin keamanannya. Kendati demikian, ia mengakui bahwa Pemerintah sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mensukseskan Pemilu.

“Kesehatan demokrasi dan kesehatan masyarakat di 2024 harus dipikirkan,” tukasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *