Dosen UHO Ajak Mahasiswa dan Akademisi Waspada Doktrin Radikalisme

by -1,447,308 views

MediaSiber.com – Upaya deradikalisasi dan pencegahan paham radikal dan intoleran dianggap perlu dilakukan sejak dini, bahkan sejak di lingkungan pendidikan.

Hal inilah yang menjadi perhatian Forum Santri Nasional (FSN). Dalam dialog yang digelar secara virtual, mereka mengangkat tema “Pencegahan Dini Tindak Radikalisme dan Intoleransi di Lingkup Pendidikan”.

Dosen Antropologi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Abdul Djalil alias Gus Djalil memandang bahwa lingkungan kampus menjadi salah satu sasaran target kelompok intoleran dan radikal untuk menyebarkan paham mereka.

Bahkan kata Gus Djalil, di kampusnya pun sudah banyak paham radikal dan intoleran menyebar ke mahasiswanya.

“Penelitian Pendidikan Agama Islam Tahun 2018 dari Dikti di UHO, pendukung narasi radikalisme dari kalangan mahasiswa sekitar 9,5 persen,” kata Gus Djalil, Kamis (29/4/2021).

Paham radikalis dan intoleran ini menurut Gus Djalil masuk melalui gerakan sayap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yakni Gerakan Mahasiswa Pembebasan (GEMA Pembebasan).

Mereka menyasar kegiatan pengenalan mahasiswa baru untuk memasukkan doktrin radikalisme dan intoleran, karena banyak para Mahasiswa baru cenderung memiliki jiwa yang labil dan mudah diarahkan ke paham keagamaan tertentu.

“Mahasiswa HTI di Sultra memanfaatkan instrumen pengelolaan bidikmisi, pemanfaatan program mentoring, penguasaan musholla, dan menarik simpati dari berbagai kajian,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia memandang bahwa pemahaman agama yang moderat dan rasa nasionalisme perlu ditanamkan kepada para Mahasiswa dan secara umum kepada para pemuda di seluruh Indonesia.

“Pemberlakuan program bela negara kepada seluruh mahasiswa baru,” tuturnya.

Selain itu, ia juga mengharapkan agar ada evaluasi besar terhadap instrumen pendidikan yang biasa dijadikan pintu masuk kelompok pro Khilafah dan HTI dan menutup celah kegiatan liqo’-nya.

“Mengambil alih berbagai instrumen dan infrastruktur kampus yang digunakan oleh pendukung gerakan radikalisme, mengganti seluruh personil atau pengelola Bidikmisi UHO bersama regulasi sistim pengelolaannya dan menghentikan program mentoring,” saran Gus Djalil.

Namun yang tak kalah penting, adalah bagaiman memberikan pemahaman kepada para Mahasiswa terhadap paham radikal agar mereka bisa mencegah secara pribadi paham tersebut mempengaruhi mereka.

“Adanya berbagai regulasi atau kebijakan terkait pencegahan radikalisme,” sambungnya.

Jika ini dilakukan, ia yakin paham radikal dan intoleran yang banyak digerakkan oleh para pegiat Khilafah akan berkurang dan cenderung tak berani muncul.

“Aksi yang mengangkat isu-isu khilafah semakin berkurang bahkan tidak ada lagi aksi tentang isu-isu ini. Pun jika ada, tidak berani muncul,” pungkasnya.

Pemuda Target Radikalisasi dan Intoleransi

Hal senada juga diutarakan oleh perwakilan dari Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PWNU) Sulawesi Tenggara, Idaman Alwi.

Menurutnya, paham radikal dan intoleran merupakan cikal bakal rusaknya tatanan kehidupan dan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

“Jangan sampai anak-anak muda terpengaruh dengan paham-paham radikal karena paham radikal bukan saja bisa mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara tapi juga bisa merusak kehidupan rumah tangga dan masa depan pemuda. Apalagi penyebaran paham radikalisme saat ini sangat marak disebarkan melalui media sosial dengan sasarannya adalah anak-anak muda,” kata Idaman Alwi.

Ia juga mengingatkan bahwa target paling empuk kelompok radikal dan intoleran untuk menyebarkan pahamnya adalah kalangan pemuda dan mahasiswa. Hal ini karena kalangan masyarakat di fase itu mudah sekali dipengaruhi sikap dan cara pandangnya terhadap segala sesuatu, termasuk faktor keagamaan.

“Sangat jelas fakta-fakta pengaruh paham radikalisme intoleran yang menyasar ke berbagai kelompok masyarakat. Khususnya generasi muda. Karena mereka tahu anak muda adalah kelompok potensial, dan kelompok produktif yang memiliki idealisme tinggi dan kemudian dia yakin, ketika diberikan pemahaman-pemahaman kemudian menjadi sangat berubah cara berpikirnya secara ekstrem,” paparnya.

Alasan mengapa paham radikal dan intoleran ini berbahaya bagi tatanan sosial, karena paham ini mengajarkan kekerasan untuk mencapai tujuannya.

“Karena radikalisasi mengubah alam pikiran orang. Bahkan melegalkan cara-cara kekerasan di dalam melakukan aktivitas upaya pencapaian tujuan. Ketika dia yakini pemahaman dan keyakinannya dan dia ingin capai tujuan itu maka tidak bisa menggunakan cara-cara yang damai,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *